Menteri luar negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, saat wawancara dengan surat kabar reformis Etemad, mengungkapkan bahwa dia telah menghubungi Arab Saudi beberapa kali tetapi ditolak.
Zarif mengatakan bahwa selama minggu-minggu pertamanya di kementerian luar negeri, dia mengirim pesan ke Arab Saudi, menunjukkan bahwa mendiang Qasem Solemeni menyetujui langkah diplomatik tersebut.
Surat tersebut dilaporkan ditujukan kepada mendiang menteri luar negeri Saudi, Saud al-Faisal.
Menlu Iran mengatakan dia menyatakan keinginannya untuk memulai dialog dalam upaya untuk menyelesaikan masalah antara kedua negara. Di antara poin pembicaraan yang disarankan adalah Yaman, tambahnya.
Menurut Zarif, surat itu dikirimkan melalui seseorang yang dikenal memiliki “hubungan dekat dengan Arab Saudi dan para penguasanya saat itu.”
Selama wawancara, dia menyoroti contoh lain di mana dia mencoba untuk membuka dialog, termasuk satu kesempatan seperti itu di sela-sela konferensi internasional, tetapi tawaran ini “ditolak”.
Berbicara tentang kinerjanya sebagai diplomat top Iran selama delapan tahun terakhir, Zarif menggarisbawahi perannya dalam menyusun kebijakan terkait kesepakatan nuklir.
Namun, dia menambahkan bahwa dia belum memainkan peran yang “menonjol” dalam isu-isu regional, melainkan berfokus pada isu-isu yang terkait dengan Rusia, China dan Amerika Latin.
Terkait kritik terhadap catatan HAM Iran, Zarif mempertanyakan motivasi negara-negara tersebut.
“Saya yakin negara-negara yang mendukung pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi tidak mengurangi hubungan mereka dengan Arab Saudi bahkan sedikitpun karena kejahatan ini, dan negara-negara yang mendukung entitas Zionis dalam menindas rakyat Palestina tidak tertarik pada rakyat Iran.”
Tentang ketegangan dengan AS, Zarif menjelaskan: “Kami adalah dua identitas yang berbeda dan kami memiliki perbedaan struktural. Kami mewakili sebuah peradaban dan Amerika ingin mengubah kami menjadi makhluk lain sehingga kami menyerahkan peradaban kami.”
“Amerika tidak mewakili peradaban yang mengklaim memiliki nilai-nilai yang harus diperjuangkan,” tambahnya.
“Saya sama sekali tidak percaya pada ketegangan, tetapi saya percaya pada kebutuhan untuk menjaga identitas,” katanya.
Hubungan antara AS dan Iran sedang mengalami transisi saat pemerintahan Biden yang baru mulai menjabat. Para ahli yakin Biden kemungkinan akan kembali ke kesepakatan nuklir Iran.
Sementara itu, Zarif mengatakan dia bersedia bernegosiasi dengan “seluruh dunia, kecuali entitas Zionis”.
Mengenai hubungan masa depan dengan AS, dia berkata: “Pendapat pribadi saya, yang bukan merupakan posisi negara, adalah bahwa kami harus menyelesaikan gambaran akhir hubungan dengan Amerika.”
Sumber: The New Arab
Terjemahan bebas Bagbudig
No comments:
Post a Comment