Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan pada hari Sabtu (31/10) bahwa dia menghormati Muslim yang dikejutkan oleh kartun Nabi Muhammad tetapi itu bukan alasan untuk melakukan kekerasan. Para pejabat Prancis telah meningkatkan keamanan setelah serangan pisau di sebuah gereja Prancis yang menewaskan tiga orang minggu ini.
Seorang penyerang yang meneriakkan “Allahu Akbar” (Tuhan Yang Maha Besar) memenggal kepala seorang wanita dan membunuh dua orang lainnya di sebuah gereja di Nice pada hari Kamis, dalam serangan pisau mematikan kedua di Prancis dalam dua minggu dengan dugaan motif Islamis.
Tersangka penyerang, berusia 21 tahun dari Tunisia, ditembak oleh polisi dan sekarang dalam kondisi kritis di rumah sakit.
Polisi mengatakan pada hari Sabtu bahwa satu orang lagi telah ditahan sehubungan dengan serangan itu. Orang itu bergabung dengan tiga orang lainnya yang sudah ditahan karena dicurigai melakukan kontak dengan penyerang.
Macron telah mengerahkan ribuan tentara untuk melindungi situs-situs seperti tempat ibadah dan sekolah, dan para menteri telah memperingatkan bahwa serangan militan Islam lainnya dapat terjadi.
Serangan Nice, pada saat Muslim merayakan ulang tahun Nabi Muhammad, terjadi di tengah kemarahan Muslim yang meningkat di seluruh dunia karena pembelaan Prancis atas hak untuk menerbitkan kartun yang menggambarkan Nabi.
Pada 16 Oktober, Samuel Paty, seorang guru sekolah di pinggiran kota Paris, dipenggal kepalanya oleh seorang Chechnya yang berusia 18 tahun yang tampaknya marah oleh gurunya yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas selama pelajaran kewarganegaraan.
Para pengunjuk rasa mengecam Prancis dalam aksi unjuk rasa jalanan di beberapa negara mayoritas Muslim, dan beberapa telah menyerukan boikot barang Prancis.
Prancis, yang gelisah telah mengantisipasi kemungkinan serangan lainnya, namun mereka tersentak ketika pada Sabtu malam seorang imam Ortodoks Yunani ditembak dan terluka di gerejanya di kota Lyon di tenggara. Tetapi para pejabat tidak memberikan indikasi bahwa ada dugaan terorisme.
Dalam upaya untuk memperbaiki apa yang dia katakan sebagai kesalahpahaman tentang niat Prancis di dunia Muslim, Macron memberikan wawancara kepada jaringan televisi Arab Al Jazeera yang disiarkan pada hari Sabtu (31/10).
Dalam wawancara itu, dia mengatakan Prancis tidak akan mundur dalam menghadapi kekerasan dan akan tetap membela hak kebebasan berekspresi, termasuk penerbitan kartun.
Tetapi dia menekankan bahwa hal itu tidak berarti bahwa dia atau para pejabatnya mendukung kartun-kartun itu, yang oleh Muslim dianggap menghujat, atau bahwa Prancis sama sekali anti-Muslim.
“Jadi saya memahami dan menghormati bahwa ada orang yang terkejut oleh kartun ini, tetapi saya tidak akan pernah menerima bahwa seseorang dapat membenarkan kekerasan fisik atas kartun ini, dan saya akan selalu membela kebebasan di negara saya untuk menulis, berpikir dan menggambar,” Kata Macron, menurut transkrip wawancara yang dirilis oleh kantornya.
“Peran saya adalah menenangkan segalanya, itulah yang saya lakukan, tetapi pada saat yang sama, melindungi hak-hak ini.”
Tersangka Serangan Nice
Kepala jaksa anti-terorisme Prancis mengatakan bahwa pria yang dicurigai melakukan serangan Nice adalah seorang Tunisia yang lahir pada tahun 1999 yang tiba di Eropa pada 20 September melalui Lampedusa, pulau Italia di lepas Tunisia.
Jaksa penuntut di kota Palermo, Sisilia, Italia, sedang menyelidiki perjalanan pria itu selanjutnya melalui pulau itu, termasuk orang-orang yang mungkin berhubungan dengannya di sana, dan meminta catatan telepon, kata sumber pengadilan kepada Reuters.
Penyelidik sedang mencari kemungkinan bahwa tersangka tiba di kota Bari Italia pada awal Oktober, dengan kapal yang digunakan untuk mengkarantina migran, sebelum berangkat ke Palermo, kata sumber tersebut.
Sumber: Reuters
Terjemahan bebas Bagbudig
No comments:
Post a Comment