Santri, Antara Sanksi dan Motivasi - bagbudig

Breaking

Sunday, February 2, 2020

Santri, Antara Sanksi dan Motivasi

Oleh : Fajri

Santri adalah para penuntut ilmu berbasis agama Islam di pesantren. Dunia pendidikan pesantren sangat jauh berbeda dengan pendidikan sekolah biasa. Permasalahan pendidikan di pesantren tentu jauh lebih komplit dibandingan pendidikan sekolah biasa, di mana keunggulan-keunggulan yang terdapat di pesantren belum tentu terdapat di sekolah biasa.

Santri dibina dan dididik oleh pesantren full 24 jam dengan diikat oleh aturan dan pengawasan  ketat para ustadz dari bangun tidur sampai tidur kembali. Semuanya terjadwal dan teragendakan dengan rapi.

Pesantren dalam menjalankan kegiatan pendidikan tentu telah menyusun program-program demi meraih apa yang dicita-citakan orang tua wali murid dan juga pesantren. Namun dalam menjalankan program-program tersebut terdapat begitu banyak hambatan dan rintangan terutama dari santri itu  sendiri yaitu potensi pelanggaran aturan.

Potensi pelanggaran aturan oleh santri mustahil dapat dihilangkan sama sekali. Yang bisa dilakukan hanyalah meminimalisasi dengan cara pemberian penghargaan dan sanksi.

Pemberian penghargaan dan sanksi dipercaya mujarab dalam meminimalisasi potensi pelanggaran oleh santri.

Penghargaan dan sanksi merupakan reaksi pesantren terhadap prestasi dan pelanggaran yang dilakukan oleh santri. Penghargaan tak bermaksud menjadikan santri materialis begitu juga sanksi tak bermaksud melemahkan mental dan merendahkan martabat santri. Karenanya dalam penerapan reward dan punishmet diperlukan pedoman yang dapat dipertanggung jawabkan.

Ada banyak kasus pelanggaran di pesantren-pesantren, namun solusi pencegahannya tidak serta merta harus dengan punishment, kadang punishment itu malah membuatnya  menjadi lebih nakal.

Dulu saat saya masih nyantri ada seorang teman yang kenakalannya luar biasa hampir seluruh pelanggaran telah dilakukannya. Pesantren merekomendasikan agar dikembalikan ke orang tuanya, namun seorang ustaz mengusulkan hal berbeda agar santri tersebut tidak dikeluarkan dan ustaz akan bertanggung jawab untuk mengawasinya, dan pihak pesantren menerima usulan ustaz tadi.

Setelah usulannya diterima sang ustaz mencoba menerapkan paradigma bahwa santri yang suka membuat pelanggaran terapi penyembuhannya tidak selalu melalui punishment, punishment dan peunishment, akan tetapi ada solusi lain yang jauh lebih mendidik dan bijaksana.

Sang ustadz mencoba mendekat dengan santri tersebut, mencoba menyentuh hatinya tanpa pernah bertanya kenapa kamu melanggar. Sang ustadz mencoba menjadi teman terbaiknya. Ketika ada jadwal kajian di luar sang ustadz mengajaknya, kadang jika ada waktu luang ustadz mengajaknya ngopi bareng di warong kopi.

Dari hasil pendekatan tersebut, lambat laun sang ustazd bisa menyentuh hatinya yang paling dalam, di mana santri menceritakan seluruh keluh kesahnya selama ini yang menyebabkan ia menjadi santri yang suka melanggar aturan.

Rupanya sang ustadz mendapatkan jawaban yang tak pernah diduga sebelumnya. Santri tersebut rupanya kesal dengan sanksi dan perlakuan yang ia terima setiap kali ia melanggar, bahkan dalam hatinya ia berharap ada cara lain untuk menangani santri-santri nakal yang jauh lebih bijaksana.

Sang ustaz kini tau penyebab ia melanggar aturan. Penyebab ia melanggar aturan ialah akumulasi dari sifat dasar santri yang memang mustahil untuk tidak melanggar dan ketidakcermatan pesantren dalam menangani santri-santri bermasalah.

Selama masa pendekatan santri tersebut perlahan berubah menjadi santri yang saleh dan taat aturan. Ustaz yang sebelumnya memangdangnya sinis karena kenakalannya kini mulai berdecak kagum atas perubahannya, tidak hanya perubahan akhlak saja tapi juga sisi akademiknya yang menunjukkan peningkatan.

Kini sang ustadz yang berani menanggung dan menahan agar santri tersebut tidak dikeluarkan dari pesantren bisa tersenyum lebar dengan kelegaan hati yang dalam melihat santri yang menurut ustazd-ustadz lain sudah tidak mungkin diobati tetapi ia berhasil mematahkan pendapat itu bukan dengan kata-kata dan retorika tetapi dengan tindakan nyata, seakan ia sedang mengajarkan ustadz-ustadz lain beginilah cara mendidik yang benar.

Berbicara persolan pendidikan  tak selayaknya kita melewatkan teladan guru super Nabi Muhammad sallaallhualaihi wasallam. Ada begitu banyak petunjuk-petunjuk praktis dari Nabi Muhammad berkenaan dengan motivasi dalam kegiatan pendidikan.

Abdullah ibn Abbas adalah contoh nyata keberhasilan Rasulullah dalam mendidik. suatu ketika Rasulullah berkata:

“Wahai Nak, mendekatlah kemari! Maukah kamu saya ajarkan pelajaran yang paling berharga? Dengan senang hati wahai Rasulullah! Aku sangat senang mendapatkan pelajaran darimu. Rasulullah mengatakan, Ingatlah Allah saat kamu senang, maka Allah akan membantumu saat kamu susah. Bila ingin meminta, mohonlah pada Allah. Jika kamu butuh pertolongan, berdoalah pada Allah.”

karena tekun dalam menuntut ilmu Abdullah ibn Abbas menjadi pemuda yang sangat pintar hingga suatu ketika ada yang bertanya, “Bagaimana  caranya kamu punya ilmu sebanyak itu? Abdullah ibn Abbas membocorkan triknya, dengan lidah yang gemar bertanya, dan akal yang suka berpikir.”

Ketinggian ilmu membuat Abdullah ibn Abbas terhormat. usianya memang tergolong sangat muda, tapi sudah dilibatkan dalam rapat-rapat penting negara kala itu. Umar ibn Khattab menggelarinya pemuda yang dewasa.

Ada begitu banyak cerita tentang ketekunan Abdullah ibn Abbas dalam menuntut ilmu yang tidak mungkin kita tuangkan dalam tulisan  yang singkat ini, sekali lagi ini adalah bukti bahwa Rasulullah adalah contoh pendidik sukses.

Selain Abdullah ibn Abbas ada cerita lain yang lebih mengedukasi kita tentang pemberian sanksi dan motivasi dalam kegiatan pendidikan. Seorang Arab badui yang masuk dalam mesjid lantas ia kencing di salah satu sisi masjid. Para sahabat sangat marah dengan kejadian ini dan menghardik orang badui yang kencing, namun Rasulullah melarang tindakan para sahabat tersebut.

Ketika hajatnya selesai ditunaikan Rasulullah meminta para sahabat untuk mengambil air dan membersihkannya. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan memberitahu bahwa masjid adalah tempat beribadah kepada Allah dan tidak boleh dikencingi.

Tidak setiap pelanggaran solusinya sanksi, tapi ada cara lain yang jauh lebih bijaksana dan mendidik. Sungguh kisah di atas adalah rujukan dalam hal pemberian sanksi dan motivasi disamping teori-teori dan pengalaman lain, bahwa sanksi tidak  harus selalu dikedepankan.[]

Editor: Khairil Miswar

Fajri

Ilustrasi: SuaraKampus

No comments:

Post a Comment