Berani Melawan Petahana di Pilkada Bima 2020? - bagbudig

Breaking

Friday, February 28, 2020

Berani Melawan Petahana di Pilkada Bima 2020?

Tak ada kawan dan lawan abadi. Begitulah “adagium” yang sering terdengar dalam dunia perpolitikan.

Fenomena ini lebih sering terjadi menjelang musim pesta demokrasi, termasuk pada pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 2020 ini.

Pecah antara bupati dan wakil bupati dalam kontestasi Pilkada memang telah menjadi rahasia umum. Bahkan tidak jarang, mereka saling berhadapan. Hal seperti ini bakal terjadi di Bima. Bupati akan menjadi “rival” wakilnya dalam kontestasi Pilbup.

Sinyal itu semakin kuat, dulu sejak Wabup Bima Pak Dahlan menyatakan diri tidak akan maju kedua kalinya sebagai calon wabup. Ia diprediksi akan maju sebagai calon bupati melawan petahana, IDP.

Artinya, duet sekawan ini yang dulunya waktu Pilkada 2015 lalu, akan berpisah untuk bertarung habis-habisan untuk memperebutkan kursi Bima satu sekarang.

Lantas bagaimana peluang sang wakil ini?

Secara kasat mata, masih sangat sulit untuk menumbangkan petahana. Sebab, posisi kepemimpinan selama ini tentu didominasi oleh sang kepala daerah.

Sementara wakil kepala daerah sangat terbatas dalam akses dan alokasi sumber daya pemerintahan. Kekuatan elektoral petahana di daerah ini cukup tinggi dan berpotensi menggalang koalisi partai besar.

Butuh kerja ekstra jika sang wakil dan calon yang lainnya ingin menumbangkannya pada Pilkada sekarang. Meskipun demikian, bukan berarti tidak bisa dikalahkan.

Pak Dahlan, Safa’ad, Iman apa pun itu harus butuh kemampuan untuk menggerakkan mesin elektoral di luar birokrasi dan partai politik. Kekuatan penantang adalah kekuatan harapan karena pencapaian pemerintahan akan selalu diklaim sebagai prestasi personal kepala daerah incumbent.

Berdasarkan pengamatan selama ini, terjadi ketidakcocokan karena pembagian kerja yang dianggap tidak adil, merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, melanggar komitmen bersama, hingga persoalan ketidaksukaan pada gaya kepemimpinan, sehingga di akhir masa jabatan mengganggu program dan kebijakan kepala daerah akhirnya jalan sendiri, wakilnya jalan sendiri.

Akibat keputusan mereka yang tadinya sejalan dan seirama untuk menjadi lawan politik dalam pilkada membuat birokrasi terbelah.

Selain itu, karena keduanya sama-sama mengerti seluk-beluk internal apalagi soal APBD, hal tersebut akan rentan diungkit dalam kampanye. Terbuka peluang dua petahana itu saling buka kelemahan ketika memerintah nanti.

Keadaan itu tidak dapat dipungkiri dan besar kemungkinan terjadi karena keduanya kini bersaing memperebutkan pucuk pimpinan di daerah. Jadi, segala daya dan upaya pun juga dilakukan pasangan calon atau pun tim sukses.

Tak hanya itu, apabila salah satu petahana itu terpilih 2 Periode maka akan terbentuk pasangan baru yang perlu beradaptasi dalam meramu keharmonisan memerintah bersama. Bila tak harmonis, tak tertutup kemungkinan meletup konflik di kemudian hari.

Meski begitu, tapi akan memiliki dampak positif. Sebab jika salah satunya terpilih maka tidak perlu pengenalan kepada para aparatur sipil negara dan program yang belum rampung juga dapat segera dilanjutkan. Walahu’alam bishowa’b.

Wadu Pa’a, 28/02/2020

Editor: Khairil Miswar

No comments:

Post a Comment