Sejarah Slogan Allahu Akbar - bagbudig

Breaking

Friday, February 28, 2020

Sejarah Slogan Allahu Akbar

Dalam Islam, frasa Allahu Akbar dikenal sebagai takbir, yaitu suatu ucapan untuk menyatakan kebesaran Allah daripada makhluk-makhluknya. Ucapan takbir ini juga dipakai dalam ritual salat dan juga azan. Takbir dengan lafaz Allahu Akbar juga menjadi salah satu bentuk zikir bagi umat Islam.

Namun demikian, kalimat takbir ini kemudian juga dipakai oleh umat Islam dalam momen-momen tertentu seperti dalam gerakan penaklukan atau peperangan. Dalam hal ini kalimat Allahu Akbar sudah menjadi semacam slogan bagi umat Islam di seluruh dunia dari masa ke masa.

Pertanyaannya, sejak kapan kalimat Allahu Akbar populer digunakan sebagai slogan untuk mengekspresikan kemenangan atau kegembiraan di kalangan umat Islam?

Dalam Majalah Pandji Masjarakat Edisi Pertama yang diasuh oleh Hamka turut dikutip sejarah penggunaan kalimat Allahu Akbar sebagai slogan. Keterangan tersebut bersumber dari tulisan Shibli dalam Seeratun Nabi.

Berikut kutipannnya:

Agama Islam dalam masa pertumbuhannya yang permulaan. Jumlah pengikut Rasul yang sedikit itu selalu diganggu, karena mereka meninggalkan dan mendustakan agama dan kepercayaan orang-orang tuanya.

Salah seorang penganggu orang yang bertukar agama itu adalah Umar anak Khattab. Orangnya tinggi semampai, gagah dan tidak mengenal takut. Ia dikenal orang sebagai orang yang ditakuti. Tetapi pengangguannya itu ternyata sama sekali tidak ada faedahnya.

Orang-orang yang bertukar agama kepada agama baru itu jumlahnya meningkat jua. Hal ini membikin Umar gelap mata. Dan ia pun mengambil keputusan dia sendiri yang akan menyingkirkan Nabi.

Dengan pedang terhunus di tangannya Umar bersiap di muka Bukit Safa, tempat tinggal Nabi pada waktu itu. Di tengah jalan ia berjumpa dengan seorang bernama Najim.

Najim secara menyindir meminta perhatiannya sebelum ia membunuh orang lain, Umar hendaklah lebih baik mengurus dulu saudara kandungnya, Fatimah, yang bersama suaminya Sayid telah dengan segera memeluk Islam.

Kecongkakan Umar dengan kejadian itu tersinggung pedih. Dalam keadaan marah yang amat sangat itu ia menyerbu ke muka rumah saudara perempuannya itu. Pada saat itu Fatimah sedang membaca Qur’an suci.

Melihat kedatangan Umar yang membabibuta itu ditutupnya Kitab Suci itu dan lantas disembunyikannya. Akan tetapi Umar telah mendengar tadi dari luar akan beberapa ayat. Dan ditanyakanlah apa yang telah dibaca oleh saudarinya itu. Dengan menggeletar karena ketakutan Fatimah berkata: “Tidak ada apa-apa yang kubaca.”

Pada saat itu Sayid datang ke tempat itu. Umar memekik, “Manusia celaka! Kalian berdua telah meninggalkan agama nenek moyangmu. Sekarang rasakan akibatnya.”

Serentak dengan itu dipukulnya Sayid keras-keras. Fatimah datang membela suaminya. Dia juga kena serang hingga darah bercucuran dari luka-lukanya. Fatimah makin putus asa. Tetapi dengan kesatria diterangkannya bahwa ia tidak akan melepaskan agamanya, walau pun ia dibunuh mati oleh Umar.

Umar merasa terpukul dengan jawaban yang gagah berani itu. Melihat darah Fatimah yang mengalir, hal itu melunakkan hatinya. Ia berpaling kepada saudarinya itu dan dimintanya supaya ia membacakan beberapa ayat Qur’an.

Fatimah pergi mengambil Kitab Suci itu dan diletakkannya ke tangan Umar. Ketika Qur’an dibuka, mata Umar terpaku pada ayat: “Semua yang di langit dan di bumi memuja Allah. Ialah yang Maha Kuasa dan Maha Tahu.”

Gaya yang indah, susunan yang luar biasa dan daya penarik Ilahiyah ayat itu amat dalam mengharukannya. Dan ketika ia sampai kepada ayat: “Percayalah kepada Allah dan percayalah kepada Rasulnya,” ia tidak sengaja memekik: “Aku percaya kepada Allah dan aku percaya kepada RasulNya Muhammad.”

Dengan pedang yang sama yang masih terhunus di tangannya dan dengan darah saudarinya yang masih melekat di tubuhnya, Umar pun dengan kegila-gilaan berlari mendapatkan Nabi. Pesuruh Allah itu sedang duduk bermusyawarah dengan para sahabat. Langkah Umar yang bergegas dan pedangnya yang terhunus itu menggusarkan hati beberapa orang sahabat.

Akan tetapi Nabi dengan tenang keluar dari pertemuan, maju mendapatkan Umar, diberinya ia salam dengan kebiasaan ramah-tamah beliau dan bertanya: “Mengapa Umar? Apa yang dapat kuperbuat untukmu?”

Umar menjawab: “Ya Rasulullah, terimalah aku. Aku datang untuk memeluk agama Islam.

Nabi berseru:” Allahu Akbar.” Seluruh sidang para sahabat itu bergempita: “Allahu Akbar.” Bukit Safa bergaung dan berkumandang: “Allahu Akbar.”

Demikianlah lahirnya seruan Muslim yang bersejarah itu. Seruan gemuruh yang memberi hidup, melahirkan gaya yang menjiwai mereka dalam saat-saat malapetaka dan duka nestapa. Mereka berjuta-juta kaum Muslimin di berbagai daerah bumi dan di berbagai tingkatan abad….

Nah, jika merujuk pada kutipan panjang di atas, maka sejarah penggunaan slogan takbir Allahu Akbar sudah dimulai sejak Nabi masih hidup dan kemudian terus berlanjut sampai saat ini.

Sumber: Majalah Pandji Masjarakat, No. 1. Tanggal 15 Juni 1959, hal. 18-19.

Ilustrasi: The Atlantic

No comments:

Post a Comment