A.A. Navis, "Sastrawan Satiris Ulung" - bagbudig

Breaking

Saturday, February 15, 2020

A.A. Navis, "Sastrawan Satiris Ulung"

Sastrawan A. A. Navis terkenal dengan julukan “pencemooh nomor wahid”. Majalah Sastra volume 01 Edisi 03 Juli 2002 menyebut Navis sebagai “Sastrawan Satiris Ulung”. Selain menulis karya sastra dalam bentuk kumpulan cerpen dan novel, Navis juga menulis buku-buku referensi dan biografi.

Nama lengkapnya adalah Ali Akbar Navis. Dia dilahirkan pada 17 November 1924 di Kampung Jawa, Padang Panjang, Sumatera Barat dan meninggal pada 22 Maret 2003.

Ia menamatkan pendidikan di Perguruan INS Kayutanam pada 1945. Pernah menjadi pegawai pabrik porselin di Padang Panjang dari 1944 sampai 1947. Navis juga pernah menjadi Kepala Bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat di Bukit Tinggi (1955-1957). Pada 1969 ia menjadi Ketua Yayasan Ruang Pendidik INS Kayutanam. Dari tahun 1971 sampai 1972 menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Harian Umum Semangat. Terakhir dia menjabat sebagai anggota DPRD Sumatera Barat (1971-1982).

Sejak kecil ia sudah berkenalan dengan filsafat, sejarah Islam dan cerita pendek. Cerpen yang paling disukai A. A. Navis saat itu adalah cerpen Hamka yang dimuat bersambung di Majalah Pedoman Masjarakat. Sejak saat itu muncul keinginannya untuk pandai mengarang.

Baca Juga: Abdoel Moeis, Penulis Salah Asuhan

Navis telah menulis 23 judul buku. Jumlah tersebut tidak termasuk buku antologi yang ditulis bersama sastrawan lain dan juga delapan antologi yang terbit di luar negeri. Di antara buku-buku Navis yang mendapat perhatian publik adalah “Robohnya Surau Kami (1955, 1986)” dan “Alam Terkembang Jadi Guru (1984).” Adapun cerpen yang ditulis Navis berjumlah 70 naskah.

Cerpen “Robohnya Surau Kami” diterjemahkan ke dalam empat bahasa: Inggris, Jerman, Perancis dan Jepang. Cerpen lainnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing adalah “Datang dan Perginya,” “Angin dari Gunung,” “Pak Menteri Mau Datang,” dan cerpen “Orde Lama.”

Tujuh novel Navis pernah dimuat sebagai cerita bersambung. Di antaranya novel “Gerhana” di Kompas dan “Di Lintasan Mendung” di Sinar Harapan. Dia juga sudah menulis 100 makalah dan artikel yang disajikan di lokakarya, seminar dan simposium, baik di dalam negeri mau pun luar negeri.

Sumber: Ketinggalanzaman

Dalam karier kepenulisannya, Navis telah memperoleh sejumlah penghargaan, di antaranya dari Majalah Kisah, Unesco, IKAPI, Majalah Femina, Depdikbud, South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand, Radio Nederland dan pada tahun 2000 ia mendapatkan Satya Lencana Kebudayaan dari Pemerintah RI.

Gelar sebagai “Sastrawan Pencemooh” berkaitan dengan gaya kepenulisannya yang kritis terhadap berbagai persoalan kehidupan dalam masyarakat. Melalui karya-karyanya A. A. Navis menempatkan diri sebagai sastrawan terkemuka dengan gaya sindiran yang tajam sehingga ia dikenal sebagai sastrawan satiris ulung di zamannya.

Sumber: Ivan Adilla, A.A. Navis dan Dunianya dalam Ensiklopedi Sastra Indonesia (Penerbit Titian Ilmu Bandung, 2007), hal. 1-4.

Diedit dan disesuaikan oleh Bagbudig.com.

Ilustrasi: Sabarky

No comments:

Post a Comment