Hasbi Ash-Shiddiqiey Salafi Sejati (2) - bagbudig

Breaking

Sunday, May 3, 2020

Hasbi Ash-Shiddiqiey Salafi Sejati (2)

Oleh: Adhia Rizki Ananda

Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud  di mana Rasulullah salallahu alaihi wasalam bersabda “Sesungguhnya pada setiap penghujung seratus tahun, Allah akan mengutus untuk umat ini orang yang memperbarui agama mereka.”

Ada dua hal yang dapat ditanggapi dari hadits ini. Pertama, setelah berlalunya masa akan terjadi  perubahan di dalam praktik keagamaan di tengah umat Islam baik disengaja atau tidak disengaja. Kedua, Allah akan mentaqdirkan seseorang yang akan maju dalam gelanggang keagamaan untuk memperbaiki umat dan agama sebagaimana pada masa Rasulullah dan sahabatnya yang disebut Salaf.

Maka sudah semestinya tujuan pembaruan Islam itu harus dikembalikan sebagaimana praktik keislaman di masa Salaf, dalam bahasa lain kehidupan manusia boleh modern tapi praktik beragama harus sebagaimana masa dahulunya terutama dalam hal aqidah. Dan orang yang memiliki semangat dan daya juang untuk memperjuangkan hal tersebut sering disebut Salafy karena mereka consern mengikuti metode dan cara beribadahnya kaum Salaf.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah, gerakan tajdid terus berlangsung hingga pada masa sekarang, ditandai munculnya anak-anak muda yang memiliki ghirah keagamaan yang kuat muncul ke atas gelanggang keumatan untuk memperjuangkannya di mana mereka menisbahkan dirinya sebagai Salafi. Tidak jarang mereka mendapatkan tantangan dari masyarakat tidak hanya dalam bentuk perdebatan tapi juga fisik, pengusiran, pelarangan dan sebagainya.

Maka pertanyaan besarnya apakah gerakan Salafi hari ini terutama di Indonesia memiliki akar sejarah atau lahir dengan tiba-tiba secara kebetulan saja?

Sebenarnya alinea-alinea di atas hanya pengantar saja karena  saya hanya ingin melanjutkan tulisan saya sebelumnya yang berjudul Prof.Dr Teungku Hasbi Ash Shiddiqy Seorang Salafy Sejati. Bagi saya, membaca Hasbi akan mengantarkan kita pada akar sejarah gerakan tadjid ala Salafi seratusan tahun yang lalu. Di mana akan kita dapati gerakan Salafi hari ini hanya pelanjut dari gerakan yang pernah hadir seratus tahunan yang lalu, dan bukan sesuatu yang  ahistoris. 

Saya akan menuangkan apa yang menjadi keyakinan dan pemikiran Hasbi yang memiliki kesamaan dan identik dengan dengan pemahaman Salaf tempo dahulu dan mereka  yang mengaku Salafy hari ini, dan yang menjadi pembeda dengan mereka yang kontra dengannya.

Pertama, tidak fanatik mazhab dan senantiasa berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah. Hasbi mengatakan “Fatwa yang bertentangan dengan syara’ adalah haram, walaupun mujtahid yang empunya pendapat itu tidak dipandang berbuat maksiat, bahkan diberi pahala lantara dia telah menggunakan segala ijtihadnya untuk menemukan hukum. Mengingat hal ini wajib atas para pengikut mazhab di setiap masa untuk meneliti hukum-hukum mazhabnya.”

Dalam pendapat yang lain Hasbi mengatakan, “Tidak boleh kita bertaashub dengan jalan mencari berbagai macam alasan untuk membela mazhab sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang belakangan, terkecuali dalam bentuk melatihkan diri untuk mengemukakan dalil, sesudah lebih dahulu diterangkan mana yang sebenarnya benar.”

Dalam menjadikan pemahaman Salaf sebagai pedoman memahami nash terutama dalam aqidah, Hasbi mengatakan setelah menerangkan aliran-aliran dalam tauhid “Cuma kita sayangkan, kebanyakan kitab-kitab yang disusun belakangan tidak berdasarkan Salafi dan tidak pula berdasarkan nadhar yang benar.”

Kedua, pembagian Tauhid Rububiah, Uluhiah dan Asma’ wasifat. Seperti  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam rangka memudahkan pemahaman untuk mentauhidkan Allah Hasbi mengungkapkan  pembagian tauhid menjadi tiga; “Tauhid Rububiah itu menjadi  rusak, bila kita mengaku, bahwa yang mengurus alam ini ada dua orang sebagaimana yang dipercayai oleh bangsa Persi zaman dahulu. Tauhid Ilahiah menjadi batal, jika kita berpaling dari mencintaiNya, bila kita tiada bertawakkal kepadaNya sendiri dan bila menganut syirik menyekutukanNya dengan dengan sesuatu dari makhlukNya, atau mengambil perantaraan. Dan menjadi batal Tauhidush shifat dengan kita men-ta’thil-kan sifat atau men-tasybihkannya, yakni ber’itikad bahwa Allah tiada bersifat, atau menyerupakan sifatNya dengan suatu sifat makhluk.”

Ketiga, meninggalkan ta’wil terhadap nash terkait ayat-ayat sifat. Dalam persoalan ini Hasbi mengatakan “Para ulama Salaf mensifatkan Tuhan dengan sifat-sifat yang Tuhan sifatkan diriNya dengan tidak menidakkan, tidak menyerupakan dan tidak mentakwilkan. Ringkasnya para Salaf ber-I’tiqad sepanjang yang dikehandaki oleh lafadh, tetapi dengan mensucikan Allah dari serupa dengan makhluk.”

Tentang Allah bersemayam di Arsy Hasbi mengatakan “Bahwa Allah itu di atas Arsy dan langit, di atas segala sesuatu. Dia ber-istiwa di atas ‘Arsy menurut cara yang Dia sendiri kehendaki. Walau demikian, Ia amat dekat kepada hamba-Nya dari urat kuduk manusi kepada manusia sendiri.”

Keempat, tentang Rasul yang pertama diutus. Dalam hal ini Hasbi sepakat dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Demikian pula dengan ulama hari ini yaitu Syaikh al-Utsaimin di mana mereka berpendapat Rasul yang pertama diutus adalah Nabiyullah Nuh alaihi salam. Berdasarkan Qur’an surat An-Nisa 163 Hasbi berpendapat bahwa Rasul pertama adalah Nuh Alaihi salam. Hasbi mengatakan “Bahwa permulaan Rasul itu, ialah Nabi Nuh bukan Nabi Adam dan bukan selainnya.”

Dari beberapa ulasan di atas dapat kita tangkap kecenderungan Hasbi dengan pemahaman Salaf dan keteguhan dalam berpegang dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Jika kita kaji pemikiran Hasbi kita akan dapati pula pendapat-pendapatnya yang keluar dari Ibnu Taimiyah misalnya, atau ulama mazhab, maka berbedanya Hasbi dari mereka bukan lantaran kesombongan, anti mazhab dan keluar dari pemahaman Ahlussunnah tetapi karena konsistennya beliau akan berpegang dengan hadits-hadits shahih sebagaimana para Salaf dahulu. 

Sijunjung 03 05 2020.

Editor: Khairil Miswar

Hasbi Ash-Shiddiqiey Salafi Sejati (1)

No comments:

Post a Comment