Deru Dera Seniman di Panggung Corona - bagbudig

Breaking

Thursday, April 30, 2020

Deru Dera Seniman di Panggung Corona

Oleh: Masri Amin

Physical /Social Distancing dan Stay at Home menjadi jargon untuk menahan laju penyebaran covid-19 sehingga banyak aktivitas sosial dan ekonomi warga berhenti. Hampir semua kelas sosial terdampak covid, yang mengancam keamanan ketika perut warga didera lapar.

Terutama “kelas atas” dan sebagian menengah masih punya kuasa ekonomi untuk bertahan karena kemampuan daya beli yang masih ada. Sementara “kelas bawah,” kelas buruh, petani penggarap, pedagang kecil, tukang becak, angkutan umum dan seniman panggung/ pekerja seni yang mengandalkan pusaran ekonomi harian, dapat dipastikan terjerembab pada bibir kelaparan massif dan gelayut awan hitam.

Seniman panggung dan atau pekerja seni (penyanyi, seni tradisi, panggung, sound system, dst) sejak pandemi covid-19 menebar ancaman ~ praktis berhenti beraktivitas karena kegiatan terhenti terutama pesta perkawinan, sunat rasul, acara keramaian formal dan sosial.

Lalu bagaimana posisi jaring pengaman ekonomi seniman/pekerja seni ini bertahan di saat corona belum berujung? Apa yang harus dilakukan mereka? Dan siapa yang peduli dengan kelompok ini? Pertanyaan ini susah dijawab serta diurai bila sensitifitas sosial kelas menengah dan atas tak tersentuh. Yang paling terdampak dari seniman ini adalah yang tidak ada aktivitas ekonomi selain dari manggung harian.

Profesionalitas mereka secara tak langsung banyak menggerek popularitas para tokoh politik lokal dan nasional di panggung electoral (pemilu dan Pilkada) di luar acara pertunjukkan lain.

Banyak politisi meminta bantuan seniman (di luar dukun) agar popularitas dan elektabilitas mereka tinggi dengan bayaran sekelas nasi bungkus. Para politisi sering muncul dalam lagu dan lantunan seni tradisi dari panggung ke panggung kampanye, kawinan, dan pesta lainnya yang dibawakan seniman dalam syair lagu dan bait tradisi. Bermunculan juga hasil sentuhan seniman tersebut di ruang media sosial, WA Grup, pesan berantai dan di semua medium yang bisa dijadikan altar kampanye. Sehingga banyak politisi berhasil – walau bukan semata karena seniman, melainkan topangan uang, namun terasa wajar ada tersisa kebijakan dan kebajikan untuk seniman.

Hari ini, ketika seniman terpuruk karena corona, ke mana rasa empati para politisi yang dipuja dan puji dalam syair bait seni sebagai sosok yang “cerdas,” “peduli,” “merakyat,” “berwibawa,” “tegas,” “perubahan,” “kerja nyata,” “bukti bukan janji,” “kerja kerja kerja,” “terbukti teruji,” “lanjutkan” dan sederet jargon metafora lain yang menciptakan politisi sebagai sosok bak malaikat dan tak akan ingkar janji.

Politisi di ranah nasional ada yang jadi presiden dan anggota DPR/DPD-RI, ranah di bawahnya ada yang jadi gubernur/wakil gubernur dan anggota DPRD Provinsi dan lokal ada yang jadi bupati/wakil bupati, Walikota/wakil Walikota dan menjadi anggota DPRD Kab/kota. Adakah kepedulian mereka kepada para seniman/pekerja seni yang menganga lara karena corona?

Khusus ranah lokal di kampung halamanku, seniman/pekerja seni ~ jasa mereka selalu digunakan secara profesional di panggung pesta hampir setiap hari. Terasa wajar, kita peduli sebagai warga yang punya kemampuan lebih sedikit.

Terutama, bagi para politisi yang pernah menggunakan jasa mereka di beragam medium panggung kampanye, adalah pantas saat kini corona melanda, ada setangkup asa yang dapat kalian beri, baik kebijakan maupun kebajikan.

No comments:

Post a Comment