Menyoal Paham Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme (Sepilis) Agama - bagbudig

Breaking

Monday, February 10, 2020

Menyoal Paham Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme (Sepilis) Agama

Oleh: Fajri*

Di abad modern ini sangat kontras terlihat upaya untuk merusak Islam melalui berbagai cara salah satunya adalah penyebaran paham sekularisme, pluralisme dan liberalisme agama.

Sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama, agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan. Sedangkan hubungan sesama manusia diatur berdasarkan kesepakatan sosial.

Pluralisme agama adalah paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama. Karenanya kebenaran setiap agama adalah relative, oleh sebab itu setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan hidup berdampingan di surga.

Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (Al-Quran dan Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas, dan hanya menerima doktrin-doktrin yang sesuai dengan akal pikiran semata.

Dari tiga definisi paham sepilis di atas, jelas sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan berpotensi berat merusak agama Islam. Al-Quran menyatakan bahwa orang-orang yang beragama dengan selain agama Islam adalah orang-orang yang merugi di akhirat (QS.3.58).

Ummat Nashrani mengimani bahwa Nabi Isa ibn Maryam adalah Tuhan. Kaum Syiah dengan konsep imamah dan nikah mut’ah serta mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mencaci-maki para sahabat dan meyakini Ummul-Mukminin Aisyah dan beberapa sahabat masuk neraka. Kaum Ahmadiyah meyakini Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi dan mengutak-atik ayat Al-Quran dengan kitab Tazkirahnya. Lia eden dengan ajaran Salamullahnya dan mengaku sebagai roh kudus. Beberapa prinsip di atas dalam perspektif Islam adalah sesat. Sedangkan menurut perpektif kalangan sepilis boleh-boleh saja, karena dalam perspektif kaum sepilis tidak mengenal kamus sesat dan benar sama sekali. 

Paham sepilis bersumber pada worldview (pandangan alam) sekuleristik yang meniadakan nilai-nilai sakralitas keagamaan dalam kehidupan. Agama dipandang sebagai produk budaya yang lepas dari nilai-nilai ketuhanan. Konsep kebebasan dilepaskan dari unsur agama. Manusia meletakkan dirinya lebih tinggi dari Tuhan dan merasa mampu mengatur kehidupannya tanpa campur tangan Tuhan. Bahkan Tuhan dianggap membatasi kebebasan manusia. Nilai-nilai kebenaran dan moralitas pun dipandang relatif sehingga benar dan salah menjadi relatif.

Paham sepilis secara resmi digulirkan oleh kelompok Freemason yang mulai berdiri di Inggris tahun 1717. Kelompok ini kemudian berkembang pesat di Amerika Serikat mulai tahun 1776. Patung liberty menjadi simbol kebebasan. Prinsip freedom dijunjung tinggi tahun 1789. Gerakan kebebasan berhasil menggerakkan revolusi Perancis juga dengan mengusung jargon liberty, egality, fraternity. Pada awal abad ke-20 gerakan kebebasan ini menyerbu Turki Ustmani.

Mereka trauma terhadap dominasi agama dalam kehidupan. Orang-orang Barat meskipun beragama Kristen, enggan menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Para pengagum dan pemuja paham sepilis ini ingin menerapkan begitu saja konsep rusak ini kedalam kehidupan kaum muslimin yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan Islam.

Jalan penyebaran paham sepilis salah satunya adalah lewat inflistrasi pendidikan, dan hasilnya kini terlihat jelas. Begitu banyak cendekiawan-cendekiawan muslim yang terjangkiti virus sepilis setelah selesai studi di negara-negara Barat. Kerjanya mengkritik keontetikan Al-quran, membela aliran sesat, mengampanyekan gay dan lesbian serta senantiasa mendukung kemungkaran.

Khawatir semakin merebaknya paham sepilis Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 perihal haramnya paham sepilis.

Dalam hal aqidah dan ibadah kaum muslimin wajib bersifat eksklusif, dalam artian haram mencampuradukkan aqidah dan ibadahnya dengan agama lain. Sedangkan dalam hal muamalah sosial kemasyarakatan tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, kaum muslimin selalu dituntut untuk bersifat inklusif dengan pemeluk agama lain selama tidak merugikan satu sama lain.

Dan akhirnya kita memohon kepada Allah agar senantiasa menetapkan hati kita atas agama-Nya hingga akhir hayat.

*Penulis adalah Kepala MAS Pesantren Imam Syafii Sibreh.

Editor: Khairil Miswar

No comments:

Post a Comment