Wahabi, Semakin Digaruk Semakin Gatal - bagbudig

Breaking

Thursday, January 30, 2020

Wahabi, Semakin Digaruk Semakin Gatal

Oleh: Fajri

Wahabi adalah gerakan dakwah pembaharuan yang dipelopori oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi An-Najd pada abad 18 M di wilayah Nejad lalu kemudian berkembang sampai keluar wilayah Nejad.

Istilah wahabi adalah stigmatisasi buruk yang ingin dicitrakan oleh para pembenci terhadap gerakan dakwah Muhammad bin Abdul Wahab. walau sebenarnya Imam Muhammad bin Abdul Wahab tidak pernah menamai gerakan dakwah yang dipeloporinya sebagai Wahabi.

Stigma Wahabi sangat populer dan dipakai oleh kalangan yang kontra terhadap wahabi. Namun seiring berjalannya waktu kalangan wahabi pun dengan penuh bangga ikut menggunakan embel-embel wahabi seperti ungkapan “ane wahabi atau nahnu wahabi.” Sebuah fakta yang unik tentunya. Karenanya dalam artikel singkat ini saya menggunakan istilah Wahabi karena terlanjur populer.

Wahabi di Aceh

Isu wahabi memang selalu menjadi buah bibir khususnya di Aceh. Isu wahabi kerap kali dimunculkan. Wahabi di Aceh sebenarnya bukanlah barang baru kemarin.  Banyak tokoh-tokoh aceh tempo dulu yang terkenal berpaham ala wahabi sebut saja Teungku Daud Beureueh, Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri atau yg lebih akrap disapa Abu Indrapuri, shli hadist Teungku Hasbi As-sidqiy dan sederet nama lainnya.

Perkembangan Wahabi di Aceh turut juga ditopang oleh Muhammadiyah. Banyak mesjid-mesjid di Aceh didirikan oleh orang-orang Muhammadiyah namun kini mesjid-mesjid itu sudah banyak yang dikudeta secara tidak berdarah. Di samping itu orang Muhammadiyah juga turut mendirikan pesantren.

Wahabi Pasca Tsunami

Bencana besar Tsunami 24 Desember 2004 memberi shock terapi yang berefek kepada Aceh yang sudah puluhan tahun didera konflik berkepenjangan. Tsunami yang maha dahsyat itu mengundang empati dunia International termasuk dari negara-negara di Jazirah Arab.

Bantuan diberikan dalam ragam bentuk dan bersifat kontinyu. Pasca masa rehab recon bantuan yang sebelumnya dalam bentuk logistik dihentikan sedangkan bantuan non logistik terus berlanjut. Termasuk bantuan dari negara-negara Arab.

Bantuan dari negara-negara Arab yang dikelola oleh NGO muslim dan yayasan-yayasan nasional maupun lokal diwujudkan dalam beragam bentuk salah satunya adalah pendidikan. Pasca tsunami banyak pesantren dan perguruan tinggi bergenre wahabi berdiri di Aceh.

Berdirinya pesantren-pesantren dan perguruan tinggi wahabi pasca tsunami turut memberi sumbangsih yang besar bagi perkembangan dakwah Wahabi di Aceh. Selain itu Pasca tsunami  dan sampai sekarang banyak ustadz-ustadz wahabi yang diundang oleh pesantren dan mesjid Wahabi keluar masuk Aceh dalam rangka menyebarkan Wahabisme.

Proses Wahabisisasi Aceh yang kian pesat pasca tsunami tentunya mengganggu tidur dan membuat berang para pembenci dakwah Wahabi di Aceh hingga muncullah aksi-aksi guna meminimalisasi gerak laju wahabisisasi Aceh.

Aksi-aksi penolakan terhadap Wahabi

Bermula dari  Fatwa MPU yang dikeluarkan terhadap jamaah salafi Pulo Raya Nomor 9 tahun 2014 tanggal 25 Juni 2014 tentang pemahaman, pemikiran, pengamalan dan penyiaran agama Islam di Aceh. Fatwa MPU terhadap jamaah salafi Pulo Raya seakan memberikan suntikan energi untuk memberangus gerak laju wahabisisasi Aceh hingga muncullah aksi-aksi liar yang mengoyak ukhuwah Islamiyah.

Suasana syahdu Jumat perdana bulan Ramadhan 1436 H di Mesjid Raya Baiturrahman berubah menjadi ribut hanya karena teungku khatib tidak bertongkat saat menyampaikan khotbah. Aksi protes terhadap khatib dilakukan oleh satu dua ormas yang menyatakan prosesi ibadah Jumat di mesjid raya Baiturrahman tidak sesuai Syafiiyah. bahkan pihak pemrotes berjanji akan terus memantau sampai prosesi ibadah jumat sesuai dengan ajaran syafi’iyah. Buntut dari aksi protes itu membuat imam mesjid Raya Baiturrahman meminta pihak polda untuk melaksanakan pengamanan pada jumat berikutnya.

Merasa tak terpuaskan di Mesjid Raya Baiturrahman aksi menolak Wahabi berlanjut dengan aksi demontrasi besar besaran Parade Aswaja tolak Wahabi, Syia’h dan PKI pada 10 September 2015. Aksi yang di pelopori oleh beberapa kalangan ini berlanjut pada 1 Oktober 2015 dan dihadiri oleh wagub Muzakkir Manaf serta turut menanda tangani tuntutan peserta parade.

Setelah parade aswaja aksi memberangus wahabi terus berlanjut dengan aksi kudeta mesjid. Mesjid terakhir yang coba dikudeta adalah mesjid Al-Izzah Krueg Mane Aceh Utara. Namun menemui jalan buntu sampai sekarang.

Setelah senyap beberapa saat, pada 17 Oktober 2017 masyarakat Aceh kembali dikejutkan dengan aksi pembakaran mesjid yang baru saja dimulai pembangunannya milik Muhammadiyah di desa Sangso kecamatan samalanga.

Selang sebulan pasca tragedi Sangso Samalanga muncul lagi fatwa tendesnius MPU Aceh mengharamkan kitab-kitab yang ghairu Muktabar. Di mana di antara kitab yang dimaksud fatwa adalah kitab referensinya kaum Wahabi seperti Fathul Majid, Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah, Fatwa Albani, Syarah al-Aqidah Al-Wasatiyyah dan yang sejenis.

Kisruh antara kalangan wahabiah dengan non wahabiah terus berlanjut hingga pembubaran kajian ustadz Firanda Andirja di masjid Al-fitrah Ketapang Banda Aceh. Senyap beberapa saat kondisi kembali memanas saat Plt Gubernur Aceh menerbitkan surat edaran pelarangan kegiatan pengajian selain mazhab syafi’I di lingkungan instansi pemerintahan. Surat edaran tersebut seakan memberi semangat baru kepada kalangan non wahabiah untuk terus menggerus laju perkembangan dakwah Wahabi hingga terjadinya pembubaran kajian dan upaya mengkudeta masjid Al-Makmur Oman Lampriek baru-baru ini.

Aksi dan upaya untuk memberangus Wahabi nampak begitu gencar dan masif. Namun demikian gerak laju Wahabi seakan tak terbendung. 

Sedikit saran saya kepada kedua kalangan yang berisi tegang untuk mengedepankan ukhuwah Islamiah. Jangan saling memvonis bida’ah atau sesat terhadap amaliah ibadah yang jelas-jelas berbeda antara kedua kubu. Berdakwalah di jalan dan lorong masing-masing. Persoalan dakwah kubu mana yang lebih cepat diterima dan berkembang biarlah kaum muslimin yang menentukan.  

Menutup tulisan singkat ini saya ingin Meminjam pernyataan Sayed Muhammad Husen Pimpinan Redaksi Tabloid Gema Baiturrahman menanggapi terbitnya buku Habis Sesat Terbitlah Stres karya Khairil Miswar:

Trend pertumbuhan dan perkembangan pikiran Wahabi tidak bisa dibendung di Aceh. Indikator ini dapat dilihat dari pemikiran Islam modernis yang berkembang di lembaga-lembaga pendidikan formal dan informal. Sekarang, pemikiran Wahabi dilihat dari fenomena yang ada sedang melembaga sehingga perkembangannya akan lebih cepat dan pesat lagi. Saya perkirakan 30 tahun kedepan wujud pemikiran dan lembaganya akan dapat kita saksikan sebagai fakta baru di Aceh…

No comments:

Post a Comment