Asal Usul Zikir Wahabi Paleh - bagbudig

Breaking

Tuesday, December 29, 2020

Asal Usul Zikir Wahabi Paleh

Tentang apa dan siapa itu Wahabi mungkin sudah cukup banyak dibahas sehingga tidak perlu lagi diulang. Tulisan ini akan mencoba fokus pada frasa Wahabi Paleh yang sampai saat ini telah menjadi senjata untuk membully ~ atau dalam bahasa yang lebih sopan, ‘mengejek’ Wahabi, khususnya di Aceh.

Istilah Wahabi Paleh tidak sekadar menjadi ucapan spontan yang kerap dilontarkan kepada siapa pun yang dianggap sebagai Wahabi, tapi ia juga telah diramu menjadi Syair Wahabi Paleh yang bisa dengan mudah ditemukan di kanal-kanal YouTube.

Namun demikian, tidak semua pengucap kalimat Wahabi Paleh paham dan tahu dari mana istilah ini berasal. Sejauh ini, Apacut Google tampaknya belum berhasil merayapi dan merekam fenomena ini dalam tabungnya yang luasnya seperti belantara itu.

Karena itulah, tulisan ini hadir sebagai penawar bagi siapa saja yang ingin mengetahui asal-usul ucapan Wahabi Paleh yang sampai saat ini masih berkembang pesat di Aceh.

Asal Kata Paleh

Secara etimologis, kata paleh berasal dari bahasa Aceh. Tanpa harus merujuk kamus, kata paleh dapat diterjemahkan sebagai jahat, tidak baik, nakal, kurang ajar dan makna-makna lain yang serumpun dengannya.

Sementara secara terminologis, kata paleh adalah sebuah istilah yang kerap dilekatkan kepada orang-orang tertentu yang memiliki perilaku tidak pantas atau tidak sopan dan juga orang-orang yang dibenci.

Namun dilihat dari praktiknya, kata paleh sering kali mengalami dualisme dalam penggunaannya. Meskipun secara umum digunakan untuk menghina atau melecehkan, namun kadang kala juga digunakan untuk memuji.

Kalimat cukop paleh si Yan dipoh aneuk mit berbeda dengan kalimat paleh kah katume peukaru janda.

Paleh dalam kalimat pertama bermakna jahat yang digunakan untuk mengecam. Sementara paleh dalam kalimat kedua bernuansa pujian yang biasa digunakan sebagai candaan. Candaan level dewa, kalau kata Irwandi.

Karena itu, meskipun makna asal paleh adalah jahat, namun ia tergantung konteks, karena tidak semua paleh adalah paleh secara hakikat, tapi dalam kondisi tertentu ia hanya sekadar paleh metaforis yang justru menjadi simbol kebanggaan.

Sebab Munculnya Istilah Wahabi Paleh

Hasil penelitian yang saya lakukan pada 2016 menyebut bahwa istilah Wahabi Paleh adalah ekspresi kebencian kepada Wahabi, sebuah pemikiran yang dianggap menyimpang dari tradisi dan keyakinan Aswaja.

Kebencian ini sendiri, menurut penelitian saya, sebagiannya dilatari oleh ‘kesalahan’ Wahabi sendiri di masa-masa sebelumnya yang dianggap cenderung ‘merendahkan’ tradisi yang telah mengakar lama di Aceh. Sebutan bid’ah dan syirik kepada kelompok dan pemikiran Aswaja adalah dua dari sejumlah pemicu yang ada, di samping pemicu lainnya yang bersifat sosiologis dan politis.

Hal itulah yang kemudian membuncah dan melahirkan kebencian terhadap Wahabi di Aceh, dari dulu sampai sekarang.

Ketika kebencian itu semakin terbuka, lahirlah ucapan Wahabi Paleh sebagai respons spontan kalangan Aswaja. Wahabi paleh adalah strategi perlawanan paling minimal yang digunakan Aswaja untuk menolak pemikiran Wahabi di Aceh.

Penggunaan Istilah Wahabi Paleh

Dari penelitian yang saya lakukan, hampir semua narasumber dari kalangan Aswaja menyebut bahwa istilah Wahabi Paleh digunakan sebagai salah satu cara untuk melawan pemikiran Wahabi di Aceh.

Seorang narasumber yang bermukim di Kota Banda Aceh mengatakan bahwa istilah Wahabi Paleh dipakai untuk menanamkan keyakinan kepada masyarakat bahwa pemikiran Wahabi berbahaya. Dengan adanya istilah ini masyarakat akan berhati-hati ketika berinteraksi dengan Wahabi agar mereka tidak terpengaruh. “(Kebencian) ini penting agar orang Aceh hati-hati,” sebutnya.

Narasumber lain yang bermukim di seputaran Kota Matangglumpangdua mengisahkan bahwa istilah Wahabi Paleh telah menjadi semacam ‘zikir’ yang diucapkan oleh orang-orang sebelum memulai pengajian. “Sebelum mengaji caci Wahabi dulu dengan Wahabi Paleh,” kata narasumber itu.

Namun demikian, beberapa narasumber Aswaja lainnya, seperti Abu Tumin Blangbladeh dengan tegas menyatakan bahwa dia tidak suka dengan cacian semacam Wahabi Paleh. “Itu mengacaukan gelombang. Tidak benar itu,” kata Tumin, salah seorang ulama dayah karismatik.

Penggagas Istilah Wahabi Paleh

Sejumlah sumber mengatakan bahwa istilah Wahabi Paleh awalnya dimunculkan oleh Abon Aziz Samalanga, semoga Allah merahmatinya. Klaim ini juga sempat dikutip Idrus Ramli, seorang tokoh Nahdatul Ulama (NU) di laman Facebooknya pada 2015.

Jika merujuk pada riwayat hidup Abon Aziz, bisa jadi istilah Wahabi Paleh muncul pada era 1970an atau 1980an.

Namun informasi ini sulit diverifikasi karena para narasumber berbeda pendapat terkait hal ini.

Seorang narasumber yang bermukim di Banda Aceh yang dikenal sebagai tokoh besar Aswaja, mengatakan bahwa benar Abon Aziz yang mempelopori istilah Wahabi Paleh, dan bahkan menurut Abon, pahalanya setara dengan zikir.

“Ini benar Abon (Aziz) yang katakan. Daripada zikirnya salah-salah, lebih baik kita caci Wahabi, dapat pahala,” kata narsum itu dengan tegas tanpa ada keraguan sedikit pun di wajahnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh sejumlah narasumber lainnya, bahwa Abon Aziz yang pertama sekali mengatakan mencaci Wahabi pahalanya sama dengan zikir.

Namun ketika hal ini saya tanyakan kepada Waled Nuruzzahri, saya mendapatkan jawaban berbeda. Menurut pengakuannya, selama dia mengaji bersama Abon Aziz, dia tidak pernah mendengarkan Abon mengajarkan ‘zikir’ Wahabi Paleh. Kalau pun ada, itu hanya candaan belaka.

“Tidak ada itu. Saya tidak ada pernah dengar. Mungkin itu Abon bercanda, tidak serius,” sebut Waled Nu.

Pendapat senada juga disampaikan tokoh Aswaja di Jeunib. Menurut beliau Abon Aziz tidak pernah mengajarkan ‘zikir’ Wahabi Paleh. “Itu bercanda, hahahaha,” dia tertawa lepas sampai-sampai asap rokok di tangannya membentuk lukisan misterius.

Kesimpulan

Dari ulasan dan penjelasan sejumlah narasumber dapat diketahui bahwa Wahabi Paleh adalah sebuah bentuk cacian terhadap Wahabi di Aceh yang pemikiran-pemikirannya dianggap berbahaya bagi kemapanan pemikiran Aswaja.

Namun demikian tidak semua ulama dayah sepakat dengan cacian Wahabi Paleh. Dengan kata lain, ada “khilaf” di kalangan Aswaja terkait keabsahan ‘zikir’ Wahabi Paleh.

Demikian juga terkait pelopor istilah Wahabi Paleh juga terdapat perbedaan pendapat para narasumber, meskipun kuat dugaan hal itu dipelopori oleh Abon Aziz, rahimahullah.

Dan, saya tidak mau menyimpulkan soal ini, biarkan ia terus terbuka untuk didiskusikan.

No comments:

Post a Comment