Kita sering melirik agama untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup sehari hari. Padahal sebenarnya agama punya masalahnya sendiri. Agama yang dikonstruksi hari ini menjadi sehimpunan doktrin teologi, setumpuk hukum fikih, dan sedikit tasawuf akhlak sebagai penyedap. Kita telah kehilangan esensi agama.
Agama yang disuguhkan kepada kita hari ini adalah sebuah identitas ekslusif yang oleh sebagian figur agama disuguhkan penuh dengan sikap was-was.
Was-was kalau-kalau ada ada aliran lain yang mengancam i’tikad kita. Was-was kalau-kalau ada mazhab lain akan mengganggu mazhab kita. Was-was kalau-kalau ada agama lain yang mengancam agama kita. Hingga akhirnya kita jadi curiga terhadap i’tikad, mazhab dan agama yang berbeda dengan kita.
Kita menjadi sangat waspada terhadap paham yang berbeda. Kita beragama secara was-was. Kita beragama dengan kecurigaan.
Jadinya kita beragama seperti seorang perempuan cantik berpakaian minim berjalan sendirian di sebuah jalan sepi tengah malam sambil membawa sekantong uang pink.
Singkatnya, ada masalah dengan cara kita beragama. Ada masalah dengan konstruksi agama. Bukan agamanya yang bermasalah. Tetapi umat beragama. Sebab itulah, perlu menggali kembali esensi agama supaya: Pertama, dapat melihat kembali kejernihan agama. Kedua, untuk menjadikan agama berdayaguna bagi kehidupan kita.
Ekspektasi menemukan kembali kemurnian agama melalui tasawuf filosofis dan menjadikannya sebagai bekal hidup yang menyenangkan, harmonis, dan mencerahkan adalah sasaran utama ‘Tasawuf Terakhir’.
Buku yang diterbitkan Zahir Publishing ini, sebagaimana dikatakan pemberi kata pengantarnya, Muhammad Nur Jabir, Direktur Rumi Institute “akan memudahkan kita memahami dasar-dasar pemikiran dunia tasawuf dan sufi”.
Dia melanjutkan, buku tersebut “menjelaskan kaidah-kaidah penting dalam pemikiran tasawuf dengan bahasa yang mudah dipahami, seperti pembahasan wahdat al-wujûd, tajallî, al-insan al-kamil, cinta, dan kaidah-kaidah lainnya yang penting untuk dipahami dalam pemikiran tasawuf.”
‘Tasawuf Terakhir’ akan memudahkan kita memahami pemikiran filosofis dari Al-Ḫallâj, Ibn ‘Arabî, Farîduddîn ‘Athâr, Jalâluddîn Rûmî, Mullâ Shadrâ, Hamzah Fansûrî, Ronggowarsito, hingga Goenawan Mohamad. Sehingga diharapkan dapat menyuguhkan wajah agama yang indah, ramah, dan menyenangkan. Supaya menyegarkan kembali semangat beragama.
Buku ‘Tasawuf Terakhir’ ini ditulis oleh Miswari Usman, seorang peneliti muda dan pengkaji tasawuf yang saat ini sedang menyelesaikan studi doktoral bidang Filsafat Islam di UIN Syarif Hidayatullah, sehingga buku ini tidak saja memiliki nilai akademis, tapi juga otoritatif.
Sejauh ini Miswari telah melahirkan puluhan buku akademik yang ditulisnya dengan serius. Salah satu yang paling populer adalah “Filasat Terakhir.”
Nah, kehadiran buku baru dengan tajuk Tasawuf Terakhir patut diapresiasi sebagai bentuk usaha penulis dalam membumikan tasawuf, yang selama ini kerap dianggap membingungkan.
‘Tasawuf Terakhir’ yang memiliki tebal xxxii + 402 halaman ini masih berada dalam masa PreOrder hingga 25 Oktober 2020.
Rencananya akan dijual sekitar Rp. 100.000. Tetapi bagi yang memesan pada masa PreOrder hingga 25 Oktober 2020 harga yang ditawarkan Rp. 75.000 saja . Bagi yang pemesanan di Pulau Jawa dapat menghubungi WA 0895355216658. Sementara itu, khusus pemesan PreOrder dari Aceh dan Sumut untuk dikirim ke wilayah Aceh dan Sumut diberikan gratis ongkos kirim bila memesan melalui WA 081295570747.
No comments:
Post a Comment