Korek Api - bagbudig

Breaking

Saturday, September 12, 2020

Korek Api

Bagi perokok, korek api di atas meja kopi, seperti tidak bertuan. Bisa saja raib tiba-tiba, ketika ada salah satu orang perokok, yang meninggalkan meja kopi terlebih dahulu. Awalnya, saya yang bukan perokok, menganggap itu mitos. Sampai semalam, Miswari Usman Banta Leman mengirim pesan ke saya, supaya menyampaikan kepada Fahrian Live’s, untuk mengizinkan korek apinya, yang dia bawa (tanpa sengaja).

Frasa “tanpa sengaja” itu dari saya, Miswari tidak menuliskan teks tersebut. Tetapi, dari suasana kebatinan pesan tersebut, saya menangkap, dia membawa korek api tersebut tanpa sadar. Kesadaran itu baru muncul ketika sudah sampai di rumah, lalu heran, mengapa di tangannya ada korek api.

Kemudian, saya meneruskan pesan itu kepada Fahriansah, yang dibalasnya singkat, “Oke.” Seperti tidak ada beban. Bukan kehilangan sesuau yang berarti. Hal serupa sering saya lihat ketika, sesama perokok, dengan wajah yang sangat manis menawarkan rokok kepada temannya, tanpa ada perasaan rugi.

Rokok, berikut korek apinya, seperti media komunikasi yang efektif. Di warung kopi, perokok tiba-tiba bisa saling mengenal, ketika sedang membutuhkan korek api. Kemudian, tanpa sungkan, menyapa perokok di samping meja kopinya, untuk meminjam korek api. Lalu, pemilik korek api, seperti tahu, bahwa dia harus memberikannya. Tidak boleh tidak. Terlihatlah bagaimana keduanya terhubung.

Perjumpaan tersebut, selalu diiringi oleh senyum yang tulus dari keduanya; pemilik dan peminjam korek api. Seperti ada kode alam, yang tentu hanya dipahami oleh sesama perokok. Mereka tahu, bahwa dengan cara itulah, mereka tetap bisa eksis dan solid, bahkan di tengah hukuman sosial yang diberikan kepada perokok di ruang publik.

Teman saya, yang perokok, satu hari mengeluh, melihat cara penumpang angkutan umum memperlakukan mereka, yang kini tidak segan-segan menutup hidungnya di depan kepulan asap rokok. Bagi teman saya itu, sikap demikian begitu dianggapnya tidak memiliki sopan santun. Teman saya yang lain, sambil terkekeh, pernah menceritakan bagaimana sulitnya kini merokok di ruang publik. Perokok, katanya, sekarang seperti didakwa. “Kami pun harus melipir, kalau hendak merokok.”

Sekarang, korek api Fahriansah, sudah berpindah kepemilikan. Paling-paling, nanti, ketika keduanya berjumpa, Miswari akan berbasi-basi sejenak tentang korek api itu. Lalu bicara panjang lebar lagi dengan kopi dan asap rokok yang mengepul. Dan, ketika bubar, entah korek siapa lagi yang raib. Jangan-jangan kepunyaan meja kopi di sebelah. Runyam!

Ilustrasi: Richmond

No comments:

Post a Comment