Filosofi Zakat Fitrah - bagbudig

Breaking

Wednesday, May 20, 2020

Filosofi Zakat Fitrah

Oleh Miswari

“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah bulan Ramadhan sebanyak satu sa’ (3,1) liter kurma atau gandum  (makanan pokok yang sering dikomsumsikan) atas tiap-tiap muslim merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”. (HR: Bukhari & Muslim)

Urgensi zakat fitrah adalah untuk mensucikan kaum muslim sesuci-sucinya setelah dia berpusa serta melakukan amalan mulia lainnya di bulan yang paling mulia yaitu bulan Ramadhan, maka tibalah masanya bagi seorang muslim demi kesejahteraan saudaranya agar mereka sama-sama merasakan kebahagiaan ketika menjelang  hari kemenangan.

Memang benar, setelah sama-sama menguji kesabaran masing-masing serta menahan nafsu untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat membatakkan puasa, kita dapat merasakan suatu kebersamaan. Kita dapat merasakan sesuatu yang sebelumnya tidak terasakan oleh kita yaitu betapa susahnya untuk menahan diri dari makan makanan yang lezat yang kita miliki sehingga timbullah kesadaran kita akan betapa tidak bergunanya harta yang kita miliki tersebut dibandingkan dengan suatu keputusan Allah seperti melarang untuk menggunakan harta yang dimiliki sekehandak hati ketika berpuasa. Juga menahan diri dari hal yang membatalkan puasa yang puasa itu merupakan perintah tegas dari Allah, perintah dari Dzat yang telah menitipkan harta kepada kita.

Mungkin manfaat bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah seperti yang telah diuraikan di atas dapat diterima oleh segenap kaum muslim apalagi mereka yang telah pernah berpuasa serta mengeluarkan zakat tersebut. Namun apakah alasan tersebut dapat diterima oleh mereka yang non-muslim? Bukankah mereka yang bukan beragama Islam belum merasakan nikmatnya berpuasa apalagi dengan mudah mempercayai bahwa mengeluarkan zakat fitrah  merupakan suatu kenikmatan? Mungkin  non-muslim akan menilai bahwa Islam adalah agama pemerasan karena mewajibkan zakat walaupun si pengeluar zakan adalah termasuk golongan orang melarat.

Bukankah negara-negara sekuler seperti Jerman dan Perancis sangat mempedulikan kesejahteraan rakyatnya. Terbukti Negara-negara tersebut telah memberikan tunjangan kepada rakyatnya sejak mereka lahir hingga meninggal. Mungkin fenomena tersebut akan dianggap bertentangan dengan Islam yang telah membebankan zakat pada segenap ummatnya. Dapatkah kaum non-muslim menerima bahwa Islam adalah agama “Rahmat bagi sekalian alam”. Semboyan ini mungkin dianggap terlalu berlebihan atau bahkan bertentangan dengan fenomena yang ada menurut kaca mata orang yang bukan beragama Islam.

Bila demikian persoalan tentang zakat fitrah menurut pandangan non-muslim, maka bagaimana kita hendak mendakwahkan mereka untuk mengapresiasi Islam? Bagaimana setidaknya kita dapat membuktikan pada non-muslim secara rasional tentang urgensi zakat fitrah?

Islam memang bukan agama ciptaan akal manusia namun bukankah setiap persoalan agama ini masuk akal. Bila sesuatu yang ditawarkan kepada orang tidak masuk akal maka mustahil mereka menerimanya. Bagaimana sosusi tentang persoalan tersebut?

Zakat fitrah, filosofinya adalah memberi. Ketika seseorang ingin memberi maka ia harus memiliki sesuatu untuk diberi.

Filosofi zakat fitrah adalah memberi. Apabila seseorang suka memberi maka kebiasaan memberi tersebut akan menjadi kecanduan bagi si pemberi. Kalau telah candu untuk memberi, maka ketika tidak punya sesuatu untuk diberi  maka jiwanya akan menjadi resah. Sehingga akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan sesuatu untuk diberi.

Fenomena seperti ini lazim pula dialami orang orang non-muslim. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk memberi kapada orang yang membutuhkan walaupun si pemberi sendiri bukanlah orang yang memiliki banyak materi untuk diberikan. Namun si pemberi terus memberi untuk memuaskan batinnya.

Sifat mulia untuk berkorban agar dapat memberi untuk orang yang membutuhkan hanya dialami oleh orang yang telah memperoleh kearifan. Sementara itu kearifan hanya bisa dimiliki oleh orang yang jiwanya bersih.

Apalagi memberi untuk sesama muslim yang diibaratkan oleh oleh Nabi Muhammad bagaikan anggota tubuh. Bukankah kita makan agar seluruh anggota badan kita sehat. Adakah orang yang makan namun tidak berharap agar sari makanan yang dikomsumsikan tidak mengalir ke beberapa bagian tubuh, namun hanya diterima oleh beberapa bagian tubuh yang lain saja?

Setiap orang yang makan ingin agar sari makanan yang ia cerna dapat diserap oleh seluruh bagian tubuhnya agar seluruh bagian tubuhnya sehat. Demikian pula zakat fitrah. Seorang muslim mengeluarkan sedikit hartanya untuk saudara mereka yang seiman agar mereka sama-sama dapat merasakan rezeki yang dianugerahkan oleh Allah supaya si fakir dan si miskin sama-sama merasakan nikmatnya hari kemenangan dengan tidak kekurangan makanan

Dengan bergembiranya si fakir dan si miskin maka tenanglah jiwa si pemberi zakat sehingga zakat fitrah benar-benar dapat menguntungkan si pemberi dan penerima.

No comments:

Post a Comment