Ada “Pembocahan” Dalam Sistem Pendidikan Kita - bagbudig

Breaking

Wednesday, April 8, 2020

Ada “Pembocahan” Dalam Sistem Pendidikan Kita

Refleksi Menyambut Tahun Ajaran Baru 2020-2021

Oleh: Fajri

Nadiem Makarim, Mendikbud yang baru di era Kabinet Kerja jilid II mengawali debutnya sebagai Mendikbud dengan berbagai isu perubahan dan reformasi pendidikan demi mewujudkan cita-cita luhur Indonesia maju sesuai dengan tema kampanye Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi-Ma’ruf Amin. 

Salah satu isu tersebut adalah wacana pemangkasan usia sekolah yaitu jenjang SD dari 6 tahun menjadi 4 tahun dan SMP/SMA dari 3 tahun menjadi 2 tahun. Namun sayang ide revolusioner itu  menghilang entah ke mana dan belakangan ide cerdas tersebut diketahui bukan dari bapak Mendikbud yang baru. 

Terserah siapa yang punya gagasan tersebut. Menurut hemat kami perlu dipertimbangkan untuk kemudian dilaksanakan. Karena menurut penelitian Frances E. Jensen, seorang ahli neurologi, menemukan bahwa pertumbuhan otak perempuan mencapai puncaknya pada usia 12-14 tahun. Sedangkan otak laki-laki-laki mencapai puncak pertumbuhannya pada usia 14-16 tahun.

Selain itu pemangkasan usia sekolah bisa membuat anak cepat berpisah dengan “kebocahannya” dan lebih cepat dewasa serta mandiri tanpa harus mengenal usia remaja yang identik dengan statusnya yang labil.

Doktor Adian Husaini dalam catatan akhir pekannya yang dimuat majalah Suara Hidayatullah menulis bahwa pengkategorian “masa SMA” sebagai masa “Remaja dan belum dewasa” kini mulai dipertanyakan . sebab, begitu memasuki umur 15 tahun, manusia sudah tergolong dewasa. Guna menguatkan pendapatnya Dr Adian Husaini merujuk psikolog Adriano Rusfi yang mengrkritik klasifikasi usia SMP-SMA sebagai usia remaja.

Menurut Adriano Rusfi, literatur psikologi abad ke 19 tak mengenal masa remaja (adolescence), karena masa remaja adalah produk abad ke 20 di mana telah lahir generasi dewasa secara fisik namun tak dewasa secara akal atau mental.

Lebih lanjut Doktor Adian Husaini menyebutkan bahwa dengan “legalitas remaja” seolah-olah anak dibiarkan berlama-lama menjadi anak-anak, maka lahirlah generasi yang matang syahwatnya, tetapi tanpa kematangan akal. Karena masih remaja, dan dianggap belum dewasa, maka usia remaja dianggap belum matang, dan masih belum bisa menentukan sikap hidupnya.

Masih menurut Adian Husaini, berangkat dari teori yang membingungkan itu muncullah manusia usia 17 tahun yang mampu memperkosa dan membunuh namun dalam status hukumnya dikategorikan sebagai “anak-anak”.

Teori remaja memang benar-benar tidak dikenal sebelum abad 20. Buktinya adalah terdapat  beberapa tokoh dari lini masa yang berbeda masih di usia belia namun telah mampu mengerjakan pekerjaan besar.

Usamah bin Zaid, diangkat oleh Nabi saw menjadi Panglima Perang di usia 18 tahun. Dalam sebuah peperangan melawan Romawi, Usamah memimpin pasukan yang di dalamnya ada Abu Bakar ash-Shiddiq r.a, Umar bin Khathab r.a, dan lain-lain. Usamah mulai diizinkan ikut perang pada usia 15 tahun.

Muhammad Idris Asy-Syafi’i atau yang lebih dikenal dengan Imam Syafi’i sudah hafal Al-Quran saat beliau berusia 9 tahun, mampu menghafal kitab Al Muwatha’ karya Imam Malik yang berisi 1.720 hadits pilihan saat berusia sepuluh tahun. Lalu saat usia 15 tahun, beliau dipercaya menduduki jabatan mufti di Kota Makkah, sebuah jabatan prestis. Bahkan, saat usia beliau belum genap 15 tahun, Imam Syafi’i sudah dikenal ahli dalam bidang bahasa dan sastra Arab. 

KH Imam Zarkasyi mendirikan pesantren Gontor di usia 16 tahun.  Haji Agus Salim diangkat sebagai Konsul Hindia Belanda di Jeddah pada usia 20 tahun. Mohammad Natsir sudah berdebat dengan pendeta Belanda saat duduk di bangku SMA. Lulus SMA, Pak Natsir terjun langsung menjadi guru dan mendirikan sekolah sendiri (Pendis:Pendidikan Islam), tahun 1932.

Beberapa fakta di atas menunjukkan bahwa usia 15 tahun telah memasuki masa dewasa. Pada usia tersebut dunia pendidikan harus benar-benar menyiapkan peserta didiknya menjadi dewasa. 

Capaian-capaian kerja besar yang diraih oleh beberapa orang di usia belia tempo dulu adalah suatu kemustahilan bagi anak-anak usia SMA saat ini. Jangankan kerja-kerja besar seperti yang dilakoni beberapa tokoh di atas, anak-anak usia SMA saat ini akan gagap dan gugup menjalani hidup tanpa bantuan finansial dan moril dari orangtuanya.

Dengan demikian tidak berlebihan rasanya jika anak-anak usia SMA saat ini dikategorikan sebagai “bocah”. Toh untuk mengurusi hidupnya sendiri dia belum bisa. 

Kami sangat berharap isu pemangkasan usia sekolah bisa digaungkan lagi dan dipersiapkan rumusannya oleh para ahli sampai bisa benar-benar diterapkan sehingga munculnya generasi yang sudah menyelesaikan pendidikan S3 pada usia 20 s/d 22 tahun. Semoga!

Editor: Khairil Miswar

No comments:

Post a Comment