Kelompok Persaudaraan Prancis Kuburkan Tuna Wisma Korban Pandemi - bagbudig

Breaking

Monday, March 30, 2020

Kelompok Persaudaraan Prancis Kuburkan Tuna Wisma Korban Pandemi

Sebuah bel berbunyi memecah kesunyian pemakaman ketika lima anggota Charitable Brotherhood dari Saint Eloi di Bethune melepaskan ujung topi mereka dengan khidmat. Semua mengenakan jubah hitam, sarung tangan putih dan masker wajah.

Didirikan delapan abad yang lalu saat terjadinya penyebaran wabah yang membinasakan wilayah Prancis bagian utara, badan amal ini melanjutkan misinya untuk memberikan penguburan yang layak bagi para tunawisma – bahkan selama pandemi coronavirus.

“Peran kami tetap sama. Terlepas dari kelas sosial orang yang meninggal, kami melakukan hal yang persis sama,” kata Robert Guenot, salah seorang pemimpin badan amal itu kepada AFP.

Sejumlah 25 anggota sukarelawan telah mengubur hampir 300 jenazah setiap tahun. Tetapi wabah COVID-19, yang telah menyebabkan lockdown bagi masyarakat Prancis belum pernah terjadi sebelumnya sehingga kehadiran orang di pemakaman terbatas hanya sekitar 20 orang. Kondisi tersebut telah memaksa organisasi untuk melakukan penyesuaian terhadap tradisi dan ritual.

Persaudaraan Amal Saint-Eloi de Bethune telah menguburkan orang miskin lebih dari 800 tahun.

“Kami mengurangi kegiatan kami dan tidak ada lagi upacara keagamaan. Kami juga mengurangi kehadiran anggota kami: sekarang hanya ada lima sukarelawan per layanan (penguburan), berbeda dari biasanya yang melibatkan 11 orang, karena kami tidak ingin membuat keluarga mereka dipidana, “kata Guenot yang berusia 72 tahun.

Mereka juga mengambil tindakan menjaga kebersihan.

Kami berusaha melindungi diri kami sebiasa mungkin. Siapa pun yang merasa sakit tentu saja ditolak untuk ikut dalam pelayanan penguburan. Dengan begitu tidak ada risiko,” kata Patrick Tijeras (55 tahun), yang menjadi anggota pada November.

“Kami merasa dengan kegiatan itu kami memiliki nilai sosial,” kata Tijeras. “Sama seperti orang yang sakit memiliki hak untuk dirawat, orang yang sudah mati juga memiliki hak untuk perlakuan yang layak ini.”

Situasi yang menyakitkan

Pada suatu pagi baru-baru ini, pemakaman itu nyaris sepi.

Mendiang adalah seorang pria tunawisma berusia 34 tahun yang tidak memiliki keluarga atau teman yang dikenal. Di sekitar peti kayu berwarna terang, anggota badan amal itu berkumpul sesaat dalam kesunyian.

Begitu upacara berakhir, kelima pria itu berkumpul di sekeliling tanah berbentuk bundaran itu, seperti biasanya.

“Saya berterima kasih kepada Anda karena menerima panggilan ini. Di masa-masa sulit ini, senang bisa melanjutkan apa yang telah kita lakukan selama 832 tahun,” kata Guenot kepada anggota lainnya.

Di seluruh benua, keluarga-keluarga yang berduka harus mengalami trauma tambahan dari pembatasan yang ketat untuk menghentikan penyebaran pandemi, seperti aturan ketat yang membatasi perjalanan atau partisipasi dalam pemakaman.

Selama masa inilah peran asli dari persaudaraan dipulihkan, kata Guenot.

Kami ingin terus memberikan sedikit dukungan dan hiburan kepada keluarga, yang tidak dapat lagi menemukan satu sama lain,” kata Guenot.

Semua hal dipertimbangkan, konteksnya untuk mengenang kelahiran organisasi.

Didirikan pada 1188, Charitables telah selama delapan abad melayani pemakaman bagi penduduk Betune tanpa memandang agama atau kekayaan.

Menurut cerita, kata anggota persaudaraan itu, penggali kubur tidak mampu lagi menguburkan orang mati selama penyebaran wabah dan Saint Eloi, pelindung orang suci yang juga dikenal sebagai Saint Eligius, meminta dua pandai besi untuk memastikan penguburan yang layak.

Kami memiliki masker ini, tapi virus ini berada di atas kepala kami sehingga membuat kami sedih dan takut,” kata Pierre Decool (66 tahun), yang bagaimanapun juga tetap merasa perlu untuk “membantu orang”.

“Ini adalah situasi yang menyakitkan, yang juga dialami nenek moyang kita,” katanya. “Tapi kita akan melewatinya.”

Sumber tulisan dan foto: AFP

Terjemahan bebas oleh Bagbudig.com

No comments:

Post a Comment