Syaikh Kyai H. Bahri Pandak, Ulama dari Penesak - bagbudig

Breaking

Friday, February 14, 2020

Syaikh Kyai H. Bahri Pandak, Ulama dari Penesak

Oleh: Hafidhuddin Z. Abto

Dalam literature sanad hadis, peran ketokohan Syaikh Yasin al-Fadani tidak diragukan lagi dalam ilmu riwayah. Di antara sahabatnya yang juga sering mengambil ijazah sanad darinya adalah Syaikh Kyai H. Bahri bin Pandak, seorang ulama Penesak kharismatik dari daerah Tanjung Atap. Lantas bagaimana sosok keulamaan dari Syaikh Kyai H. Bahri (selanjutnya ditulis Syaikh Bahri)?

Desa Tanjung Atap (Ogan Ilir) bermakam seorang ulama penyebar Islam di Sumbagsel pada tahun 1575 M, yaitu Sayyid Umar Baginda Sari. Di desa inilah Maimunah, ibu dari Syaikh Bahri mengandung dan lahir pada 1916 M.

Semasa hidupnya ia belajar ke Sakatiga [disebut Mekah Kecil] pada seorang ulama lulusan dari Al-Azhar Cairo (1922 M), yaitu Syaikh Kyai H. Ishaq Bahsin, Syaikh H. Bahri bin Bunga, Syaikh Sayyidina Harun Sakatiga dan lainnya. Seiring waktu (umur 11 tahun) dirinya kemudian pergi ke Banten belajar al-Qur’an dan menghafalnya dari Syaikh Tubagus Ma’mun dan Kyai H. Asnawi Caringin (darinya didapat ijazah Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah) lebih kurang 5 tahun setelah belajar di Pesantrennya Syaikh Ma’mun ini. Selain beliau ulama anak dari Kyai H. Anwar Seribandung juga pernah belajar al-Qur’an di sini, yaitu Syaikh H. Daruquthni Anwar al-Hafizh.

Selepas dari Banten, Syaikh Bahri kemudian memutuskan belajar ke Jambi [Sa’adatud Daren]. Saat itu Pesantren Jambi ini dipimpin oleh Syaikh H. Abubakar Syaifuddin (era 1925). Di antara ulama Penesak yang telah dahulu belajar ke Jambi, di antaranya pendiri Pontren Nurul Islam Seribandung, pendiri Pontren Nurul Yaqin, Tanjung Atap (Kyai H. Muhammad Ali), dan pendiri Pontren Darul Falah, Tanjung Jirim (Kyai H. Umar Abul Hasan). Selanjutnya Syaikh Bahri belajar ke Tanah Suci Makkah, tepatnya di Madrasah Shoulatiyah kemudian ke Madrasah Darul Ulum Makkah, di sana ia mengambil ilmu dari beberapa ulama, antara lain: Sayyid Muhsin al-Musawa, Syaikh Mukhtar ‘Utsman Makhdum,  Syaikh ‘Abdullah Muhammad Niyar, Syaikh Hasan al-Masysyath, Syaikh Husain bin ‘Abdul Ghani Palembang, Syaikh Umar bin Hamdan al-Mahrisi dan Sayyid ‘Alawi bin ‘Abbas al-Maliki.

Sepulang menuntut ilmu di Makkah, ia berdakwah dan mengajar di Sakatiga (Ogan Ilir) yang mana dahulu merupakan almamaternya. Di antara para kyai yang juga mengajar di sana adalah Kyai H. A. Qori Nuri, Kyai H. Abdullah Kenalim dan lainnya. Sedangkan daerah garapan dakwahnya di antaranya di Pangkalan Lampam, Selapan, Sungai Bungin, Sungsang dan sekitarnya.

Di tahun 1981, ia mendirikan sebuah pesantren yang diberi nama Ma’hadul Haramain di desanya. Selain gurunya di atas, Syaikh Bahri juga mengambil ijazah Tarekat ‘Alawiyah kepada Habib ‘Abdullah bin ‘Abdul Qodir Bilfaqih Malang, sedangkan gurunya di Palembang antaranya Habib ‘Ali bin Abu Bakar al-Kaff (Kyai Yayik) belajar ilmu hikmah, dan Habib Masyhur bin Hasan al-Khirid (wafat di Cimahi), ia belajar ilmu qira’at.

Kitab yang disusun Kyai H. Bahri berjudul Auradul Hakim ditulis tahun 1969 M. Pada tahun 1998 dalam usia 83 tahun, ia wafat pada malam Jum’at tanggal 28 November/15 Sya’ban 1419 H dan dimakamkan di desanya, Tanjung Atap (Sumsel).

Indralaya (13 Februari 2020) lepas Sholat Magrib.

Foto: Hafidhuddin Z. Abto.

Editor: Khairil Miswar.

No comments:

Post a Comment